Thursday, April 1, 2021

Seni yang Hilang Akibat Konflik Aceh dan Televisi

Saya berbicara dengan Syeikh Habibi. Beliau bilang panggung hiburan Aceh dulu tak mengenal bulan. Pertunjukkan Seudati, Mop-Mop (biola Aceh), Sandiwara dan seni panggung lain, berlangsung sampai pukul 3 pagi.



Tapi Konflik yang berlangsung puluhan tahun membuat para seniman tak bisa manggung. 
"Jangankan naik panggung, saat darurat militer, saya tak bisa mendengar azan tiga tahun."

Syeikh Habibi kehilangan seorang anak saat konflik. Beliau bilang kadang kami tampil sampai 15 malam. Setelah 15 malam ada penampilan lain sampai 10 malam, kadang Seudati sampai sandiwara.

Grup-grup seni ini pindah dari Gampong ke Gampong, kota ke kota seluruh kabupaten di Aceh. 
Pangelaran seni Mop-mop ini dimulai saat jam 9 malam, saat anak-anak dalam pendidikan sudah tidur. Anak-anak ngaji sudah pulang ke rumah.

Untuk pemain Mop-mop disediakan jambo, panggung yang beratap, supaya seniman tidak basah supaya tetap bisa main di dalam hujan.

Seni drama yang diiringi musik biola ini beranggotakan tiga orang. Satu berperan sebagai Ayah tuan (mertua) yang bermain biola, Menantu dan Dara Baro. 
Mop-Mop memadukan dansa, seudati dan syair pantun tutur bernada a-b-ab. Kebanyakan bertemakan rumah tangga.








EmoticonEmoticon